![]() ![]() ![]() ![]() ![]() Tweet ![]()
| ||
Article Time Stamp: 13 April 2008, 20:54:08 GMT+7 |
Boleh Tetap Berselancar, Namun Waspadai Badai
Ibarat orang sakit demam, sekarang panas bursa mulai berkurang, namun rasa meriangnya masih tinggal. Selasa (25/3) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menguat ke 2.440,64 atau naik 21,02 poin setelah berminggu-minggu rapornya merah.
Untuk saat ini panas itu memang menurun. Suntikan penurunan bunga dari Bank Sentral Amerika alias The Federal Reserves 0,75% bisa menenangkan bursa-bursa dunia sementara waktu.
Namun, ancaman bursa kembali menukik tajam bukannya tak ada. "Bursa masih terkatung-katung, masih akan ada badai lanjutan," kata Kepala Riset Recapital Securities Poltak Hotradero.
Angka-angka ekonomi AS menunjukkan: negara itu memasuki resesi. Lihat saja bagaimana data pengangguran dalam tiga bulan terakhir ini terus meluncur turun. "Situasinya bisa dibilang lebih parah dari resesi tahun 2001 lalu. Waktu itu neraca perdagangan AS masih surplus," kata dia.
Jadi, tampaknya banteng bursa memang masih belum saatnya menandak-nandak. Malahan, sebenarnya bursa masih cenderung bearish atawa berada pada tren melemah. Maka, para investor patut waspada. Jangan keburu nafsu dan kelewat optimistis melihat situasi ini.
"Market tahun ini market yang lebih berat. Ini ujian pembeda apakah para pemain di sana beruntung atau memang pintar?" tandas Satrio Utomo, Equity Capital Market Strategist Trimegah Securities.
Satrio berpendapat, selama IHSG masih di bawah 2.485, tren masih turun. Namun, "Kalau IHSG ke 2.485, itu sinyal beli yang cukup bagus," imbuhnya.
Hanya, dalam bertempur menahan serangan market, Anda harus siap mental. Kalahkan ego dan keserakahan diri Anda. Setelahnya, baru Anda disiplin melakukan pola bermain Anda sendiri (trading plan).
Untuk membantu Anda, berikut beberapa strategi dari para analis dalam menghadapi pasar.
Strategi tik-tok
Istilah lainnya bermain tabrak lari alias hit and run. Di tengah fluktuasi bursa yang liar, gaya permainan saham model ini memang relatif aman.
Anda bisa membeli saham saat indeks atau harga saham lagi turun, lalu langsung jual begitu harganya naik sedikit. Saat indeks atau harganya turun lagi, langsung beli lagi. Begitu seterusnya.
Ini memang permainan kilat. Bisa saja kita beli saham hari ini, besok sudah kita jual. Bahkan, beli pagi hari sorenya langsung kita jual. Tingkat keuntungannya tidak besar-besar amat. Bersihnya paling hanya sekitar 3%-5%.
Tapi, karena ini permainan cepat dan frekuensi transaksinya tinggi, kalau ditotal-total keuntungannya lumayan juga. "Kalau sebulan dapat 3%, setahun 35% itu kan sudah lumayan untuk pasar seperti ini," kata Poltak.
Jenis saham yang cocok buat strategi ini adalah saham yang likuid, tak peduli dia dari kasta atas atau bawah. Yang wajib Anda pegang ketika melakukan ini adalah disiplin menentukan target kenaikan harga untuk melakukan ambil untung (profit taking). Sebaliknya, Anda juga harus disiplin melakukan jual rugi (cut loss) kalau harga turun hingga ke target yang Anda tentukan.
Menurut banyak analis, cara paling pas menentukan target harga itu adalah memakai analisis teknikal. Tenang, kalau puyeng menganalisis grafik pola pergerakan saham itu, Anda tinggal minta ke sekuritas tempat Anda bertransaksi. Sekuritas yang baik pasti menyediakan analisis teknikal, lengkap dengan target harga yang terus di update.
Biasanya, dalam analisis teknikal para analis sudah menentukan harga tertinggi (resistance) dan terendah (support) sebagai target harga beli. "Transaksi yang baik untuk jual adalah 1 poin-2 poin di bawah angka resistance," imbuh M. Alfatih, analis BNI Securities. Satu poin itu Rp 50. Jadi, kalau angka resistance adalah Rp 2.500, berarti pada saat harga saham mencapai Rp 2.450, Anda harus jual saat itu juga
Tetap andalkan saham yang berfundamental oke
"Bagi investor jangka panjang, ini adalah waktunya untuk mencicil beli saham-saham yang harganya masih murah dan prospek ke depannya menjanjikan," kata Nico Omer Jonckheere, Wakil Presiden Direktur Valbury Asia Securities. Yang dimaksud tentulah saham yang berfundamental bagus.
Menurut Satrio, ada cara gampang mengetahuinya. "Cari saham yang paling cepat rebound. Saham apa yang paling disukai konsesus pasar. Sebab, harga naik bila ada orang yang mau beli," ujarnya.
Caranya, dengan mencari saham-saham yang mendapatkan analisis dari minimal 10 orang analis fundamental. Lalu, temukan saham yang memperoleh rekomendasi beli lebih dari 50%. Pilihlah mulai dari yang berkapitalisasi pasar besar ke kecil.
Alfatih melihat saham-saham blue chips dari sektor energi dan perkebunan masih akan jadi idola untuk jangka panjang. "Bagi saham dengan fundamental bagus, dalam kondisi krisis seperti apapun nantinya dia bakal bisa kembali lagi," tutur dia. Namun, untuk bermain, dia menyarankan agar Anda memperhatikan tren dan momentum dengan memakai analisis teknikal.
Selain saham lapis atas, di tengah tren pasar yang menurun, kita bisa bermain defensif. Pilihlah saham defensif yang tahan banting. Saham ini adalah saham emiten yang produknya tetap dibutuhkan dalam situasi apa pun.
"Yang masih layak diperhitungkan adalah consumer goods, perbankan, dan infrastruktur," kata Alfatih. Adapun Poltak merekomendasikan saham consumer goods dan saham-saham yang akan memberikan dividen besar. "Contohnya Unilever dan Perusahan Gas Negara," kata Poltak.
Average down versus cut loss
Ketika Anda sampai pada kondisi saham yang Anda pegang terus turun, ada tiga pilihan. Diam saja berharap saham membal lagi, cut loss, atau average down.
Dengan cut loss, Anda langsung menjual rugi saham itu agar tak jatuh lebih dalam lagi. Tindakan cut loss menghentikan pertaruhan dan harapan bahwa saham itu bisa bangkit kembali dengan alasan fundamentalnya bagus.
Cut loss juga berarti investor mengakui kesalahan dan kekalahannya, lantas cukup bernyali menanggung akibatnya. Sering terjadi, ada orang yang cut loss merasa kalah dan kabur dari bursa.
Kala market gemar mempermainkan Anda, Poltak menyarankan agar menempuh jalan cut loss. "Supaya tak terperosok dan setidaknya Anda bisa pegang cash. Nanti, kalau harga sahamnya sudah mulai berbalik, baru Anda beli lagi. Ini seperti short selling sendiri," kata dia. Atau, Anda bisa memakai dana hasil cut loss itu untuk membeli saham-saham lain yang lebih bagus.0
Namun, cut loss yang terlampau besar tentu bikin bangkrut. "Tak feasible lagi kalau cut loss dengan kerugian mendekati 10%," kata Satrio. Menurutnya, kalau kerugian sudah di atas 10%, lebih baik melakukan average down.
Average down adalah menambah pembelian saham secara bertahap sehingga harga rata-rata pembeliannya jadi rendah. Kalaupun investor lalu menjual saham itu, kerugiannya tak terlalu besar.
Misalkan, investor membeli saham A Rp 100. Setelah itu harga turun, namun investor terus membelinya di level Rp 75, Rp 50, dan Rp 25 per saham. Jadi, harga rata-rata pembeliannya Rp 62,5.
Jika investor menjual saham itu di harga Rp 25 per saham, kerugiannya secara rata-rata hanya Rp 37,5 per saham. Tapi, jika investor membeli saham itu sekaligus di harga Rp 100 dan menjualnya di harga Rp 25 per saham, kerugiannya menjadi Rp 75 per saham. Itu sebabnya strategi average down ini juga disebut strategi investor untuk keluar dari pasar.
Cuma, ini hanya berlaku bagi saham yang berfundamental mengkilap. Kalau tidak, ruginya bakal lebih besar andaikata harga saham itu tak naik-naik. Ini sama saja dengan menggali lubang kubur sendiri. "Makanya Anda hams perhatikan di mana posisi support-nya," kata Satrio. Di sinilah sulitnya average down.
Mana yang lebih menguntungkan? Itu kembali pada trading plan Anda. Yang jelas, average down memang memerlukan dana lebih banyak.
Untuk kedua strategi itu akan berbahaya jika Anda menggunakan dana pinjaman alias fasilitas margin. Jika kondisi tidak membalk, Anda pasti tekor.
Silakan berpikir dan pasang kuda-kuda lagi.
Penulis: Rika Theo, Ayyi Achmad Hidayyah
Sumber: Kontan, Minggu IV Maret 2008
Copyrighted@ Monx Digital Library, otherwise stated
Use of our service is protected by our Terms of Use