StumbleUpon  Del.icio.us  Facebook  Reddit  Add to diigo  


Follow - Monx007
Article Time Stamp: 01 September 2008, 00:56:26 GMT+7

Menu Bergizi Tak Perlu Mahal




Banyak orang mengeluh, apakah bisa terus mencukupi kecukupan gizi keluarga ketika harga kebutuhan sehari-hari semakin melangit sekarang ini. Para ibu cemas, apakah anggota keluarga, khususnya anak-anak bisa terpenuhi kelengkapan gizinya setiap hari. Betulkah akan menjadi seperti itu keadaannya? Tidak, menu bergizi tidak identik dengan harga tinggi. Belum tentu menu mahal bernilai gizi tinggi. Bisa jadi malah sebaliknya. Kultur keliru yang membuat kebanyakan orang merasa malu mengonsumsi menu lokal, padahal bergizi. Kebiasaan keliru juga jika menganggap makanan atau minuman impor lebih berkualitas dibandingkan dengan buatan lokal. Ini yang perlu segera dihapus dari benak setiap orang Indonesia.

Menu lokal=racikan jamu
Sadarkah kita, sayur olahan nenek moyang jauh lebih menyehatkan daripada menu Barat? Kita menikmati begitu beragam dan beraneka jenis masakan peninggalan nenek moyang. Bukan saja dari Padang, kita juga bisa menikmati masakan Manado, selain Aceh, Solo, Yogya, atau Makassar.

Setiap daerah memiliki kekhasan olahan sendiri. Setiap suku menyimpan ragam masakannya sendiri. Semua terungkap ketika penjelajahan kuliner menyingkap kekayaan masakan bangsa kita.

Kalau diamati, dalam masakan lokal, beragam bumbu dipakai. Tak cukup satu-dua bumbu dan rempah masakan belaka. Perhatikan saja masakan lodeh dan sayur asam, misalnya, lebih dari lima jenis rempah dan bumbu dimasukkan ke dalamnya. Belum lagi kalau melihat bagaimana bumbu rendang diracik. Lebih dari sepuluh jenis rempah dalam masakan lokal tergolong yang menyehatkan. Termasuk yang terkandung dalam masakan rendang dan sejenisnya. Apa artinya itu? Artinya, setiap kali kita mengonsumsi masakan lokal, sesungguhnya tanpa kita sadari, kita sedang mengonsumsi jejamuan. Bukankah jamu tradisional terbuat dari bahan alami yang juga dipakai dalam masakan berbagai suku bangsa kita?

Daun salam sudah diteliti potensi anti diabetesnya, jahe sudah dimanfaatkan untuk kesehatan persendian, kunir untuk kesehatan pencernaan, temulawak untuk kesehatan lever. Bawang putih, kapulaga, cengkih, biji pala, merica, temu kunci, laos, sereh, ketumbar, jinten mengandung vitamin dan mineral selain zat berkhasiat yang belum seluruhnya terungkap. Kalaupun bukan untuk pengungkit kesehatan, ragam rempah-rempah tersebut juga mengandung sejumlah zat yang dibutuhkan tubuh setiap hari.

Belum lagi sayur mayur yang demikian beraneka ragam di bumi Indonesia, melebihi yang dimiliki bumi orang Barat. Bahan lalapan mentah, seperti daun mangkokan, pohpohan, kecipir, randa midang, daun lobak, tespong, sudah merambah supermarket. Ini bukti bahwa bahan lalapan mentah yang dulu hanya dijual di pasar tradisional kini dicari orang kota juga.

Amati pula kacang tanah, kacang bogor, kecipir, terung-terungan, daun melinjo, sampai jengkol, sudah tersedia di supermarket mewah. Keluwih, talas, ketela, dan aneka ubi sudah bisa diperoleh di supermarket juga.

Masyarakat tahu kalau tekokak (sejenis terung-terungan) sedang diteliti di Cina sebagai bahan anti kanker, padahal orang Indonesia, Sunda khususnya, sudah lama mengonsumsinya. Begitu juga leunca, kini jadi menu rutin di restoran Sunda, selain daun kemangi.

Itu berarti begitu beragam jenis rempah dan bahan alami untuk membuat masakan lokal. Jika diamati, yang telah disediakan bumi sesungguhnya sudah bisa rnencukupi kebutuhan tubuh akan semua zat gizi. Tentu dengan catatan, jika yang kita sajikan di meja makan senantiasa beragam jenis menunya, beraneka pula bahan bakunya.


Semua bahan baku masakan asli bumi kita bukanlah barang mewah.
Daun katuk, bayam, kangkung, dan segala jenis sawi, mudah didapat selain sayur mayur yang harganya terjangkau. Apalagi kalau mau repot menanam sendiri secara gampang (hidroponik), di atas atap atau di kaleng bekas, anggaran dapur jadi lebih irit.

Soal buah juga begitu. Kini mudah diperoleh bibit belimbing, jambu, dan pepaya, yang terus berbuah tanpa kenal musim. Anggaran sehari-hari untuk membeli buah bisa diirit jika menanam sendiri buah yang bisa dikonsumsi untuk kebutuhan keluarga setiap hari. Tak sulit menanam bebuahan tersebut.


Import minded
Kesalahan kebanyakan masyarakat kita adalah lebih suka memilih menu dan bahan baku masakan serba impor, seolah yang serba impor itu lebih berkualitas dalam hal gizi. Padahal, harganya rata-rata lebih mahal dari yang lokal.

Kalau dicermati, bahan baku masakan impor sudah tidak sesegar bahan baku lokal. Kalau diingat, bahan baku tersebut harus dipanen, disimpan, dan didistribusikan dari tanah asalnya, lalu diekspor. Setelah beberapa lama baru tiba di dapur kita? Bukankah lebih makan waktu dibanding bahan baku lokal?

Daging dan buah lokal lebih segar daripada yang impor. Begitu pula yang sudah jadi dan makanan kalengan. Belum lagi kalau diolah secara berlebihan, diimbuhi bumbu, penyedap, pengawet, pemanis buatan, perenyah, dan bahan kimiawi lain yang tidak menyehatkan.

Kita bisa menumis bayam dan kangkung, dua jenis sayur bergizi, cukup dengan sesendok minyak kelapa (bukan minyak goreng yang tergolong lemak jenuh tak menyehatkan), setengah matang, dan sayurnya masih segar karena baru dipetik tanpa diimbuhi bumbu tak menyehatkan. Buahnya diperoleh dari halaman rumah, betul masih ranum di pohon, kandungan vitaminnya masih utuh dan lengkap.

Memilih bahan baku masakan dan menu impor bukan saja menguras anggaran dapur, kandungan gizinya sudah berkurang, selain belum tentu menyehatkan. Menu sejenis steak, misalnya, tidak lebih menyehatkan dibandingkan dengan sayur lodeh dengan sepotong ikan kembung goreng. Mengapa? Karena menu steak dan sejenisnya bukan tergolong menu seimbang (balance diet) sebagaimana yang diminta ilmu gizi. Bahwa porsi karbohidrat yang diminta menu seimbang itu sekitar 60 persen dari seluruh kebutuhan kalori tubuh, yakni sepiring nasi atau kentang atau ubi atau sagu atau jagung sebagai makanan pokok. Selebihnya diperoleh dari lauk pauk berupa protein 25 persen dan lemak 15 persen.

Jadi pola menu harian bangsa kita sesungguhnya tergolong seimbang. Cukup sepiring nasi, semangkuk sayur (lodeh, kari, sayur asam, sup, gulai) dengan sepotong ikan, daging, tempe, tahu, dan beberapa porsi buah dan sayur mayur.

Steak, justru kebalikannya. Porsi lemak dan proteinnya lebih besar (lebih dari 60 persen), karbohidrat dari kentang dan wortel hanya kecil saja, harganya mahal pula.


Membentuk Selera Makan Salah
Lidah anak-anak generasi sekarang terbentuk secara tidak tepat. Lidah yang dibiasakan menikmati menu impor berupa burger, hotdog, steak, ayam goreng, sukar menerima sayur lodeh, sayur asam, apalagi lalapan lokal. Itu berarti selain keliru secara gizi, pilihan menu membuat tubuh berisiko kekurangan sejumlah zat gizi yang hilang dari menu bukan milik bangsa sendiri.

Anak-anak sekarang, yang lidahnya suclah tergolong keranjingan "menu ampas" (junk food), terancam kekurangan gizi. Kelihatannya saja berperawakan tinggi besar, nyatanya tubuh kekurangan sekian zat gizi, seperti terungkap pada tubuh orang Amerika dan mereka yang memilih menu Barat setiap hari.

Sesekali menikmati menu Barat tidak ada salahnya. Seperti sesekali kita juga mengonsumsi sate kambing, gulai jeroan, dan steak. Namun, makanan tersebut bukan menjadi menu harian karena menambah tumpukan kelebihan kalori dalam tubuh, selain mengancam timbulnya penyakit, antara lain jantung koroner, stroke, dan diabetes.

Jangan malu memilih menu lokal, berbahan baku lokal, dan diolah secara lokal. justru jenis menu dan bahan baku itulah yang menyehatkan. Termasuk menukar nasi dengan ubi yang sangat menyehatkan. Sudah lebih menyehatkan, mengirit anggaran dapur pula.

Saatnya kini menghapuskan anggapan salah bahwa yang bergizi tinggi itu harus berharga tinggi, justru kita bisa mendapatkan yang lebih bergizi dengan harga lebih murah dari bumi sendiri, yakni menu peninggalan nenek moyang, yang sayang sudah tercerabut dari pola makan anak generasi kiwari.



Sumber:
Dr. Handrawan Nadesul (Dokter Umum)

Article Source: Monx Digital Library

Copyrighted@ Monx Digital Library, otherwise stated
Use of our service is protected by our Terms of Use



 Back To Previous Page ...  



 

 

 

AQWorlds Banner